Cuti Sakit Hati
#13HariNgeblogFF
Kirana
mematikan televisi setelah beberapa kali mengganti chanel dan ia mendapati
bahwa saat itu sekitar pukul setengah tujuh pagi acara televisi menyiarkan
berita tentang jadwal demo, banjir dua hari lalu, kemacetan parah, korupsi
pejabat, perselingkuhan artis dan sederet berita negative lainnya.
Sebagai
seorang mahasiswi tingkat akhir yang sedang mengerjakan skirpsi, Kirana
termasuk anak yang sangat tidak suka atau bahkan bisa dibilang membenci melihat
banyaknya hal negative berkeliaran di lingkungannya.
Setelah
melahap dua potong roti tawar yang diolesi selai coklat, Kirana mengambil tas
slempang berwarna ungu, warna favoritnya, menyelendangkannya dipundak dan berangkat
dengan santai menuju kampusnya. Ia ada jadwal bertemu dengan dosen pembimbing untuk membahas
mengenai skripsinya. Dan karena Kirana memang sudah menyiapkan keperluan
bimbingannya sejak tadi malam, pagi ini ia tidak perlu grasak-grusuk
menyiapkannya seperti kebanyakan mahasiswa lainnya.
Seperti tiap
pagi yang dilalui Kirana atau siapapun di bus transjakarta, pasti banyak yang
mengeluhkan betapa parahnya kemacetan, betapa banyaknya kejahatan, betapa
sulitnya kehidupan dan hampir semuanya merasa bahwa kehidupannyalah yang paling
menderita, hal ini diungkapkan dengan melihat ekspresi kesedihan di wajah
mereka, tidak ada semangatnya, seolah-olah mereka pergi kekanto ataupun tempat
tujuannya adalah hal yang tidak ingin mereka lakukan sungguh hal yang memprihatinkan.
Kirana
sampai kampusnya empat puluh menit, lebih cepat dai janjinya dengan sang dosen.
“Lumayanlah, bisa baca buku di perpus sebentar sekalian liat timeline twitter”,
batin Kirana. Ia senyam senyum sendiri melihat berbagai updatetan yang dilontarkandari
teman-temannya di twiter, mulai dari seperti kebangun kesiangan ataupun susahnya
menemui dosen pembimbing. Kirana sangat bersyukur bahwa orang tuanya
mendidiknya dengan banyak hal positif sehingga ia senantiasa besyukur dan amat
jarang mengeluh, ditambah lagi rasa laparnya akan pelajaran kehidupan yang
membuatnya sering membaca biograpi orang sukses atapun buku-buku motivational.
Dia tidaklah
terlalu terpengaruh dengan keadaaan lingkungan yang selalu membuat orang mudah
sakit hati dan menyalahkan orang lain tapi Kirana sadar bahwa siapapun yang
sering mengeluhkan sesuatu adalah tanda tidak bersyukur, apalagi jika
keluhannya itu dipamerkan agar dapat simpati orang lain, bagaimana jadinya
nanti kehidupan orang itu kedepannya.
Merasa cukup
melihat timeline twitternya dan setelah me re-tweet beberapa status dari pebisnis
favoritnya @MerryRiana , Kirana melog-out twitternya lalu berjalan kearah lift dan
bersiap menuju lantai tujuh tempat ia akan bertemu dengan dosen pembimbingnya.
Baru beberapa
langkah keluar lift terdengar suara Milana, setengah berteriak
“Kiranaaa, gila, dosennya ngebatalin bimbingan hari ini,
diganti jadi besok”
“oh gitu, yaudah ke bawah aja yuk” sahut Kirana tetap tenang.
Di dalam lift sampai kearah gerbang kampus, MIlana masih aja
ngedumel
“tau gak, padahal gw udah beangkat cepet-cepet, semalem gw
begadang demi ketemu pembimbing tapi dianya malah batalin janji mendadak,
sialan nih dosen, bene juga kata anak-anak kalo dapet dosen kita dipersulit
skripsinya”
“Santai aja Mil, itu kan mereka bukan kita, lagipula kita
jadi ada waktu sehari lagi buat mempedalam skripsi kita” balas Kirana.
“Iya si Kir tapi kan harusny kalo dia batalin janji jangan
mendadak, seenggaknya, pagi-pagi kek, sebelum kita berangkat” Milana kembali
menyanggah.
Kali ini
Kirana tidak menyahut, ia tahu bahwa percuma saja mendebat masalah begini
dengan orang seperti Milana, yang mengganggap seolah-olah dunia berhutang
sesuatu padanya sehingga apapun yang dihaapkannya harus terpenuhi. Ia pun tidak
sepenuhnya menyalahkan mereka yang pola pikirnya terbentuk karena asupan buruk
mental dan otak dari lingkungan, tv atau bahkan orang tua sendiri.
Mereka
berpisah di halte karena arah rumah yang berbeda. Di sepanjang perjalanan
Kirana masih berkutat dengan pikirannya sendiri, kapankah mereka menjadi dewasa
dalam artian sebenarnya? Kapankah mereka berhenti menyalahkan orang lain? Berhenti
memamerkan penderitaan masing – masing.
Kirana
mungkin terlalu muda untuk memikirkan hal ini, tapi, kesusahan yang dipamerkan
ataupun hal negative lainnya marak terjadi sekarang sudah pasti karena tidak
ada yang memikirkannya.
Seandainya
saja mereka mau untuk menahan keluhan atau paling tidak, mau untuk cuti sakit hati
barang sehari, mungkin akan ada lebih banyak senyum dan tawa di lingkungan kita.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar